1095 days

Belakangan ada banyak hal yang berbeda.Entah ini cuma perasaanku; kita udah saling gak peduli.

Pagi ini aku bangun lebih dulu, membasuh muka lalu menyikat gigi dan nonton tv. Jam segini di hari libur memang belum waktunya buat bangun. Kamu belum ngabarin duluan, mungkin kamu kelelahan. Pagi beranjak siang, aku mengucirkan rambut dan berjalan ke kamar.
"Pasti udah ada setumpuk sms atau paling ngga beberapa missed call" ujarku.

Aku merasa mulai hari ini udah gak ada lagi yang namanya saling gak peduli. Udah gak ada lagi yang gak ngabarin kalau gak dikabarin duluan. Kalau kamu gak ngasi kabar, setidaknya aku udah nanya. Baik-baik. Aku meraih handphone ku. Tapi kali ini berbeda, tidak ada missed call dan hanya.. terdapat satu pesan singkat?

Aku bergegas membuka dan membaca satu persatu kalimat dari pesan yang ku dapat. Kalian tahu? Dia ninggalin aku. Aku diam sejenak, bukannya tidak menangis. Aku cuma berusaha buat membendung tangisku yang tak lama nyaris pecah, aku menyandarkan kepalaku didepan jendela kamar. Besok aku bakalan ninggalin kamar ini, rumah ini, kota ini, dan kamu. Kejadian yang terjadi untuk kedua kalinya.

"Yaudah gapapa kok".

Ini hari pertama dari 1095 hari yang harus aku jalani sendirian. Bagus. Hari ini telat upacara. Aku berjalan diatas rerumputan yang masih dibasahi embun.

"Halooo weee, apa kabar? Gak ada yang mau ngasi kado ceritanya?"

Aku memeluk satu per-satu teman baruku. Mereka terlihat lebih akrab dari sebelumnya. Seharusnya ini hari pertama yang menyenangkan. "Ulang tahun ya? traktirla dulu baru kami ngasi kado" ucap salah satu temanku dengan nada sedikit memaksa. Aku tertawa kecil, hanya tertawa tanpa rasa bahagia. Selanjutnya hari-hari berjalan seperti biasanya. Bangun lebih pagi-bersiap sekolah-sekolah-pulang-belajar-tidur. Begitu tanpa istirahat.

Hari berlalu. Pagi ini hujan sedikit lebih deras dari kemarin. Aku memandang gedung-gedung tinggi disana sendirian, memerhatikan hujan turun tanpa meragukan keadaanku yang mulai kedinginan. Biasanya, kamu tidak akan membiarkanku berdiri sendiri dimanapun. Tapi aku mulai belajar untuk bukan jadi diriku yang sebenarnya. Aku terbiasa melakukan segala hal tanpa terkecuali sendirian. "The moon above you and the streets below" aku melafalkan satu persatu kalimat lagu itu dengan terbata-bata. Aku haus.

"Eh ada yang mau turun gak? aku mau beli minum" kataku pada mereka yang sedang asik cerita didepan kelas. "Tunggu ya,pakai sepatu dulu". Aku menunggu temanku yang ingin turun, terlalu lama. Aku masih memerhatikan hujan tanpa memikirkan apapun. "Udah?" tanyaku setelah beberapa menit menunggu. "Oh iya lupa, tadi kita cerita-cerita lagi. Jadi turun?"
Sabar...sabar.

Aku langung berjalan melewati kelas-kelas tanpa menghiraukan pertanyaan temanku tadi. Menuruni tangga yang sepi dan berjalan menuju supermarket sekolah. Aku berjalan dibawah hujan yang deras sendirian dan tetap merasa sepi walaupun dikelilingi banyak orang di sekolah ini. Membeli minuman ringan kemudian naik lagi ke atas. Aku menaruh alas kakiku dirak dan masuk ke kelas menuju bangku ku. Biasanya kamu gak akan pernah tinggalin aku sendirian. Gak akan pernah.

Hari-hari yang melelahkan akhirnya harus aku jalani dengan kabar "kamu mulai memiliki teman wanita yang istimewa". Aku mendengar beberapa kabar itu dari teman lamaku. Lebih baik jujur walau akhirnya sakit, daripada telah merasa bahagia dalam kebohongan. Sore itu aku mendapati voice note darinya. Inti dari percakapan aku dan temanku sedari tadi cuma satu. Kamu mulai menyukai wanita itu. Wanita yang sudah pasti lebih baik dariku. Tapi aku percaya dia bukanlah wanita yang akan ngambek setiap saat, dia bukan wanita yang bisa dibujuk dengan harum manis. Dia bukan wanita yang akan merasa paling bodoh jika tidak mendapat nilai sesuai kemauannya. Dia bukan wanita yang akan tertawa melihatmu khawatir jika ia akan menangis. Tapi dia adalah wanita yang hebat karna dapat memiliki rasa simpatimu. Walau aku tahu, dia tidak akan bisa seperti aku.

Sepertinya kekhawatiranku selama beberapa bulan terakhir sebelum kita semua berbeda jalan itu benar. Kamu akan melihat betapa banyak wanita baik diluar sana. Mereka mungkin memang baik, tapi aku tidak akan biarkan kamu dilukai oleh mereka. Mulai dari hari itu sampai kini, kamu tidak ada kabar sama sekali. Kamu benar-benar melupakan segala hal. Disana mungkin dia bisa mendapatkan senyummu setiap saat. Dia mungkin dapat memerhatikanmu yang serius dengan apa yang sedang kamu kerjakan. Dia dapat membelikanmu minum ketika kamu kelelahan. Suatu saat mungkin kamu akan meraih tangannya, tanpa kamu lepas.

Sudah sebulan dan aku pikir aku berhasil untuk berdiri sendiri. Kamu juga tidak akan pernah peduli lagi. Setelah ini, apa ada yang lebih buruk lagi?

Beberapa bulan kemudian-

Aku tidak pernah menerka bahwa larut malam ini aku dapat menginjakkan kaki disini.

Selamat pagi kota kecilku, selamat tanggal 5 untuk yang ke 19. Aku berdiri diberanda, melihat matahari yang bersinar cukup terik. Kemudian aku bergegas pergi ke tempat dimana semua orang mungkin tidak pernah mengalami hal yang seperti ini. Sekolah menengah pertama yang mengantarkan sampai aku dapat mengenalmu. "Pagi bu" aku menyapa guru yang sudah akrab sekali denganku, berbicara sejenak lalu berjalan ke kantin. Aku meminum air mineral yang ada digenggamanku. Berjalan mengitari kelas demi kelas, aku rindu segala hal yang pernah terjadi disini. Selanjutnya aku duduk disebuah rak sepatu rendah di depan kelasku setengah tahun lalu.

Bel istirahat berbunyi. Aku hanya diam dan adik-adik kelas menghampiriku, kita ngobrol dan kemudian dia keluar dari kelas itu. Iya, dia adalah adik kelas laki-laki yang udah aku anggap seperti saudaraku sendiri. Tahun lalu dia masih lebih rendah dariku, tapi sekarang dia malah sedikit lebih tinggi dan kelihatan lebih dewasa. Dia menyimpulkan senyum yang paling aku suka sejak aku melihatnya. Tidak mungkin aku memeluknya detik ini karna rasa rinduku yang amat mendalam sejak terakhir kami bertemu. Dia mengulurkan tangannya,memberi coklat jajanannya pagi ini. "Nah, kakak mau?". Aku tersenyum, anak ini gak pernah berubah. "Gapapa, ambil aja" jawabku. Kami diam sejenak dan dia permisi masuk ke kelasnya. Sendiri lagi. Aku melihat lingkungan sekitar dan kamu tetap tidak ada disana. Beberapa menit berlalu, aku menyampaikan pesan aku pulang pada teman sekelasnya. Karna dia sejauh ini adalah orang yang benar-benar menginginkanku ada disini. Sudah jam pulangnya anak sekolah. Dijalan sepadat ini  aku melihatmu, aku melihatmu.

Matahari sudah pada puncaknya. Aku mungkin tidak bisa sekedar mendengar suaramu, tapi aku yakin aku bisa bertemu temanku yang lain saat ini. Melebihi teman, bahkan melebihi sahabat. Aku bergegas menuju rumahnya. Dia masih sahabatku sejak terakhir kami bertemu. Dia masih seorang gadis yang bisa membuatku merasa seperti dirumah tiap aku didekatnya. Beberapa jam setelahnya, aku mengabarimu keberadaanku. "Kamu dimana? besok kalo udah pulang sekolah kabari ya" sekedar mengirim tanpa harap.

Malam hari-

Aku mulai ngantuk, menimang-nimang nomermu dan ada satu pesan masuk. Dari kamu. Rasanya tidak biasa. Jantungku berdegup deras, tanganku dingin gemetar, dan saat ini aku rasa wajahku pucat pasi. Aku merasa bahagia, sesederhana itu. Se-simple kepastian kalo kamu bakal ngabari.

Pagi ini terlalu cepat rasanya untuk beranjak dari tempat tidur. Ya, karna aku tidak ingin melewatkan sedetik pun bahagia rasanya berada di kota ini. Kemudian jam tepat pukul 12 lewat, aku bersiap-siap untuk bertemu beberapa sahabat lamaku dan kamu. Disini udah ngumpul beberapa orang, kami bertukar pengalaman tentang sekolah baru masing-masing. Semakin ramai yang datang buat ngumpul disini. Beberapa saat kemudian, tempat makan yang tidak besar ini dipadati anak-anak SMA yang baru saja pulang. Tetapi, aku tidak juga mendapati kamu. 30 menit lagi aku akan balik. Aku terus-menerus coba menghubungimu, tetap saja tidak ada jawaban. Tak lama kamu mengabariku dengan pesan sesingkat ini "lagi diluar sama mama, mungkin sore baru balik". Aku mengontrol suasana hatiku yang seketika mendung. Aku hanya kecewa. "Aku balik ya".

Aku menyalami teman lamaku ini satu persatu, bakal butuh waktu lama buat bisa berkumpul seperti ini lagi. Aku bergegas pulang, membereskan barang-barangku lalu berangkat. Secepat ini. Aku akan memulainya lagi, mulai belajar untuk ikhlas bahwa sejauh apapun aku berjalan nanti tetap tidak ada kamu.

Kecewa? Aku bersungguh-sungguh.
Rasanya gak adil aja. Sesibuk apapun aku dengan dunia baruku, aku selalu menanti kehadiranmu. Saat ini seperti ada yang hilang, seperti berjalan diatas jalanan yang mulus dengan kaki pincang. Hal yang seharusnya bisa kamu hargai malah kamu anggap tidak penting. "Kenapa gak adil?". Kamu mungkin bisa setiap saat berada disisi gadis-gadis itu selama 3 tahun kedepan. Kamu mungkin bisa berbicara tentang apapun dengan mereka setiap jamnya. Namun lain halnya, aku hanya bisa menjaga jarak dari setiap lelaki yang sejauh ini mulai mencuri perhatianku. Aku hanya bisa memantau keadaanmu dari jauh. Mungkin gadis-gadis itu akan cepat merasa nyaman dengan tingkahmu. Mereka bisa mencuri segala hal manismu itu. Tapi kamu mungkin suatu saat akan merindukan apa yang ada di aku tidak ada dalam diri mereka semua. Selamat Malam.

To be continue.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer