1095 days-2

Jika saja hati dapat berbicara, mungkin dia akan katakan bahwa ia lelah.

Batinku sudah menjerit sekeras yang ia mau. Kalau boleh, mungkin aku memilih untuk istirahat dan tidur panjang untuk melupakan semua tekanan. Aku gak tau salahnya dimana dan karma itu gak ada. Yang ada itu orang-orang selalu akan mendapat balasan yang setimpal. Aku juga gak tau kurangnya dimana. Aku selalu memendam beberapa hal yang tidak mungkin ku ceritakan pada siapa pun. Susah buat dapatin orang yang benar-benar bisa dipercaya. Karna zaman sekarang, PENGKHIANAT ada dimana-mana. Setiap tikungan itu tajam, benarkah?

Peluk aku dan katakan jangan menangis.

Susah beradia di dua keadaan yang sangat rumit. Ketika kamu memilih maju dan harus mundur pada akhirnya. Padahal maju atau mundur, keduanya sama menyakitkan. Aku yakin ini bukan perpisahan dari segalanya. Apalagi akhir. Kita hanya terpisah beberapa mil namun tidak dengan batin.

Pagi cerah dan makasi buat waktunya.

Udah berapa lama lost contact, malam itu kamu hadir lagi. Beberapa hari membiarkan namamu berada di contact handphone ku rasanya aneh. Hanya terpampang sebagai pajangan, hanya menambah sakit ketika namamu lewat di timeline. Aku memutuskan untuk menghapusnya. Kenapa? karna semua menyadari, termasuk aku bahwa kamu telah jauh berbeda.

Hari berlalu tanpa sesuatu yang istimewa, aku perlahan melepasmu. Namun setelah itu..

Dia berjalan melewatiku didepan lorong kelas. Aku kembali mengingat dia yang tadinya ku pikir jika aku hanya memiliki rasa kagum biasa.

Aku membayangkan kembali pada saat pertama kali melihatnya hari itu. Saat pertama aku menyimpulkan bahwa dia benar-benar orang yang membawa energi pada diriku. Saat aku pikir bahwa dialah orangnya. Orang yang ku nanti setelah betapa banyaknya orang yang menyakitiku. Aku hanya menyimpannya sendiri, didalam hati. Tapi pada hari sebelum hari ini, aku mendapati seseorang yang juga menyukai dia. Dia lebih sempurna. Dan dia menceritakan setiap detail percakapan larut malam mereka padaku. Padahal seseorang itu adalah..orang yang sudah aku anggap seperti "teman baik". Tapi aku tersenyum dan mendukung segalanya tentang mereka. Benar bukan jika tikungan itu memang tajam?

Lama kelamaan aku mengartikan perasaan ini melebihi rasa kagumku. Aku meredam segala perasaan demi sahabat baruku. "Aku sayang dia, aku gak mungkin nyakitin dia" begitu saja kataku daritadi sambil melihat gedung SMP yang berada tepat dihadapku. Sahabat baru? Iya, mungkin gak ada istilah sahabat lama. Karna sahabat itu bersifat abadi. Jika ia menjadi masa lalumu, berarti ia adalah teman. Aku baru menyadari, mereka semua adalah teman. Teman yang mulai detik ini tidak ku kenal lagi, tidak kurindukan sedalam rinduku kemarin. Tepat kemarin, ketika segala suasana yang telah berusaha terang ku redupkan kembali. Karna aku tahu bahwa mereka tidak pernah peduli. Mereka sibuk dengan ke-populeran belaka didunia mereka yang baru. Yang sebenarnya tidak ada apa-apanya. Dalam hal lain, aku justru harus meninggalkan beberapa orang yang paling berpengaruh dan yang paling diam-diam menyakiti. Aku meninggalkannya untuk lebih peduli sama rasa sakitku. Bukan untuk memerdulikan perasaan mereka yang dengan entengnya bahagia. Aku lelah berpura-pura.

Bulan demi bulan berlalu. Kita sering berpapasan namun sama saja, tidak ada sapa-menyapa apalagi pembicaraan. Begitu setiap harinya. Sampai aku yang memulai pembicaraan ini, tanpa sengaja.

"Udah ngerjain latihan?" tanyaku tanpa gugup sedikit pun. "Ujian aja belum" jawabnya dengan napas terengah-engah,mungkin dia sedang kelelahan mengikuti banyak ujian yang harus disusulnya. Karna, lebih dari sepekan dia gak hadir kecuali hari ini. "Mau aku bantu? Ini ambil aja tugasku". Dia menatapku dalam-dalam, seperti kamu. Kemudian ia langsung melemparkan senyum yang dari pertama aku melihatnya dan kagum. "Makasih, kamu baik banget". Seterusnya dia mengatakan rasa terima kasihnya padaku. Mungkin dia memang memerlukan bantuan. Jam pelajaran berakhir dan aku keluar dari kelas. Berjalan di koridor sendirian, sementara kelas yang lain belum keluar. Tiba-tiba tanpa diduga dan tanpa aku yang minta, dia berjalan disebelahku berdampingan. Dia terus menatapku dan tersenyum. "Wujud berterima kasihmu seperti ini?" Dari awal aku tahu bahwa dia memang orang yang sopan, orang baik.

Aku berjalan sedikit lebih tergesa-gesa, aku tidak ingin sedikit pun orang melihat aku dan dia berjalan seperti...memiliki hubungan lebih. Lebih dari teman.

Sore ini cuacanya masih cukup buatku gerah. Aku menyebrangi jalan dengan dua orang temanku. Dan dari belakang ada sahutan keras, aku sangka itu bukan buatku. Aku menoleh kebelakang dan dia tersenyum. "Manisku?" aku meng-inisialkannya sebagai manisku. Hahahahahaha.

Dia memutar balik arah dan aku kembali menyebrang. Seketika aku tidak memerhatikannya. Dan ketika dia sampai didepanku, dia tertawa lepas. Mungkin karna sikap gugupku yang jelas kelihatan. Aku melihatnya dengan rasa sedikit kesal. Setelah itu,dia mengedipkan matanya sambil tertawa kemudian pergi. Bahagia yang singkat, sederhana. Aku tak mengerti apa arti dari semua sikapnya kepadaku. Aku tidak tahu apa yang dia rasakan. Yang jelas, aku..

Teman-temanku tertawa. Mereka pada gak nyangka dan bingung. Mereka juga bertanya apa maksud dia yang sebenarnya. Atau.. semua wanita diperlakukannya sama?

Keesokan harinya berjalan seperti biasa, seperti tidak ada hari kemarin. Seperti yang terjadi itu hanya buaianku. Bagaimana mungkin kamu tidak tahu rasanya duduk didepan koridor, bersebelahan dan hanya dipisahkan dengan jarak dua bangku, tidak ada percakapan justru malah memendam perasaan? Padahal yang ada disana cuma kami berdua.
Pagi ini tidak ada yang istimewa, cuma aku berdoa untuk lebih bahagia. Dan aku harap kamu yang jauh juga begitu. Gak ada salahnya kita cari kebahagiaan masing-masing. Namun perlu digaris bawahi jika kamu memang kelelahan berjuang sendirian. Gak ada salahnya bersenang-senang. Kamu sadar? kita berdua diatas sebuah dunia yang sangat besar dan dibawah langit yang begitu luas. Kamu yang minta ini? Iya, kita masing-masing harus bahagia walau terpisah untuk sementara. Atau malah selamanya.

Tengah hari yang terik-
Aku memasuki kelas jepangku hari ini untuk yang kedua kalinya. Aku duduk dan dari depan pintu yang terbuka tiba-tiba ada dia. Aku, dia berada di dalam kelas yang sama?  lagi? Dari ujung sudut pandangku aku melihat bahwa dia memerhatikanku. Jelas dan tidak diam-diam. Dia sering mengajakku ngobrol dan rasanya seperti kami sudah terlalu akrab. Aku berbicara dengannya, memerhatikan matanya tanpa harus dia tahu bahwa aku menyukainya. Sepanjang berlangsungnya pelajaran. Sudah petang dan pelajaran berakhir. Aku merapikan buku ku, berjalan menuju pintu. Lalu, seseorang tidak sengaja menyenggol sampai buku ku jatuh berserakan dilantai. Bukannya buku yang ku raih. Tangannya. "Gakpapa kok, aku bisa sendiri" kataku sambil menyusun buku yang terjatuh. Aku bangkit dan buku ku jatuh lagi. Namun kali ini, saat sama-sama meraihnya kami berada dalam satu pandangan yang sama. "Gapapa bisa sendiri". "Udah gakpapa, aku aja" tepisnya. Kami berdiri "jalan aja, biar aku yang pegang bukunya" kata-kata yang membuatku kaku. Ini bukan drama romantis, tapi ini nyata dan kenapa aku yang harus ngalami, bersama dia?

Sampai didepan kelas "Ini bukunya, kok kaya di film ya?" ucapnya sambil tertawa. "ditakdirkan. Eh makasih ya" ucapku tertawa juga. Dia diam. Aku berpikir apakah ada yang salah dengan ucapanku barusan. Dia tersenyum dan berkata "Iya, kita takdir".

Dia, berhasil membuat apa yang telah kusam kembali berwarna. Dia, berhasil memekarkan mawarku yang telah layu.

-to be continue

Komentar

Postingan Populer