1095 days-3

Aku udah gak paham alur ceritanya gimana.

Nyaris udah hampir setengah tahun kita gak bercakap-cakap. Apalagi tidak sengaja bertemu diantara ramainya orang yang berada dijalan raya walaupun hanya dapat melihat dalam satu detik penuh. Hanya satu detik, bakal jadi detik yang berharga. Rasanya, masih ada yang hilang. Bahkan sampai sekarang ini, bagian itu belum terisi. Kalau pun suatu hari nanti bakal ada yang ngisi hari-hariku selain kamu, sakit dari bagian luka kecil itu masih disisakan. Sulit dipahami memang. Kita yang memulai jalan bersama dari satu langkah awal sampai bermil-mil sekalipun, bisa menghilangkan semuanya dalam satu patah kata. Udahan. Dan segampang itu. Segampang membuang makanan sisa, segampang membalikkan telapak tangan, dan segampang mencabut bunga layu. Lalu patah tak terpakai. Rusak seperti mainan yang tidak dapat diperbaiki.

Orang yang memutuskan untuk mundur dari beribu mil langkah yang udah dicapai sama-sama. Orang yang membiarkan seribu bekas jejak itu dihapus sama angin lewat.

Beberapa hari yang lalu-
Diantara ramainya orang disini, aku memerhatikan setiap tingkahmu yang sangat berbeda dengan setahun silam. Bukan terlihat buruk, malah kelihatan kamu mudah nyaman sama keadaan barumu. Tampak tertawa lepas seperti kehilangan beban, seperti inilah keluarga kedua yang kamu temukan. Iya? Manis aja ya.

Sampai dilangkah pertama ini, aku baru dapati ternyata kamu memang kagum sama dia. Memang gak salah, ini keputusan kita masing-masing. Tapi semoga wanita itu bisa seperti kita yang dulu. Wanita yang mengucapkan selamat tidur dan semudah itu juga mengatakan i love you setiap hari. Selamat Malam, Kamu.

Pagi yang sama. Hari yang berbeda.

Harus apalagi? Berada dikota yang menyenangkan seperti ini akan membuatku semakin sakit. Dibawah langit dan tempat yang sama, dikelas ini. Dulu. Begini rasanya berada diantara keluarga yang sebaya. Bahkan 24 jam pun gak cukup buat lepas rindu, apalagi sekedar beberapa jam? Apalagi satu detik pun gak sempat. Kenangan adalah sebuah seni. Mengalir natural tanpa kita tahu apa yang terjadi selanjutnya. Tapi akhir adalah apa yang menjadi pilihan kita di awal. Tidak semuanya memang. Kau memilih untuk tetap tinggal agar semua baik-baik saja, tetapi dia memilih pergi.

Dan senja terakhir aku disini, kita memang tidak dipertemukan. Sejak saat terakhir malam hari itu aku menatap matamu, aku tidak pernah menerka-nerka kalau itu adalah yang terakhir. Mungkin ada puluhan wanita disini yang bisa menatapmu setiap hari. Tapi sedetik pun, kamu tidak menyempatkan waktu hanya untuk sekedar memahami rasaku. Mungkin keputusanmu untuk mengakhiri ini semua bukan karena terpaksa. 3 tahun dan lebih dari seribu hari bersama walau ditahun terakhir kamu baru merangkainya menjadi indah, mungkin bisa jadi semua didasari kejenuhan. Jenuh. Kata yang udah hampir setahun ini tidak aku dapatkan ketika aku dan kamu, masih bisa saling mengerti.

Kamu memang tidak aku dapatkan dihari terakhir ini, tapi tidak sahabatku.

Nad, ra, za.

Orang bertiga ini jadi orang yang paling aku rindukan beberapa hari ke depan bahkan sampai seterusnya. Walaupun nanti di ulang tahun kalian yang akan datang bakal ada yang nge-surprise in selain aku dan kita. Fi.e-

Berat rasanya meninggalkan mereka ini. Orang yang selalu ada sejak tiga tahun lalu. Orang yang selalu jadi tempat main, makan, berantem, curhat, bahkan tidur sama-sama. Melihat mereka tertawa saja sudah cukup, apalagi tertawa bersamaku. Mungkin nanti kita akan dapatkan yang lebih baik dari ini. Tapi, memang gak bakalan ada Fi.e kedua, ketiga, atau keseribu pun.

Setelah 7 jam nyaris gak bicara sama orang asing, aku sampai dikota ini. Padat dan berdebu. Kembali ke sekolah setelah sempat nyaman berada dalam libur walaupun beberapa hari.

Pagi. Laki-laki bertubuh jangkung itu hanya lewat didepanku seperti orang asing tanpa berbasa-basi sedikit pun. Ada yang salah? Apa mungkin dia tahu apa yang telah terjadi? Atau mungkin salah jika aku mengaguminya? Menjelang sore haripun- Aku menuruni tangga dan dia arah naik. Aku dan dia saling berpapasan dalam waktu yang sangat singkat tanpa ada "hi".

Beberapa minggu setelah itu-

Aku hampir mendapati diriku bahagia tanpa alasan. Tanpa ada satu hal pun yang harus ku pikirkan. Sampai akhirnya..

Aku berdiri didepan pintu kelas sebelah kelasku sendirian. Menunggu salah satu temanku keluar dari kelasnya. Dari tadi aku memperhatikan laki-laki itu, mengerjakan soal dipapan tulis. Namun lain yang aku pikirkan. Setahun silam aku berdiri seperti ini didepan kelasku, memerhatikan bagaimana ia mengerjakan soal-soal itu dengan raut mukanya yang serius seraya berkata didalam hati bahwa aku menyayanginya. Bagaimana ketika tangannya kotor karna menghapus jawaban yang salah dengan jarinya, lalu menaikan dasi ke belakang. Setahun yang lalu dan hari ini. Jauh berbeda. Aku tidak merasa ada sesuatu yang aneh ketika melihat orang lain melakukan apa yang menjadi kebiasaanmu. Kamu tetap kamu. Walau selang waktu berganti dan aku tidak tahu kamu ada dimana.

How long will i love you? As long as stars are above you.

Harus berapa lama diam-diam tanpa kabar seperti ini? Atau bahkan kata-kata seperti itu udah gak ada artinya lagi? 

-to be continue

Komentar

Postingan Populer