we’re just met.

Malam ini, bicara soal semua tentang kita udah selesai.

Akhirnya ada seorang malaikat turun mirip denganmu. Bukan wajahnya, melainkan sikap dan setiap tutur kata yang disampaikannya. Hampir sama sekali tidak pernah dia rusak suasana hatiku, melainkan hatinya yang ku buat kacau. 

"Udah fan, mungkin itu yang terbaik buat kita, maafin aku ya" ungkapnya saat kami bertemu di Coffe Shop siang tadi. Aku baru saja mengakhiri hubunganku dengan Moses, seorang pria yang begitu dikagumi para kaum hawa sekolahku. Secara fisik, ia tinggi, atletis, pintar dan cukup tampan. Namaku Stefany, aku seorang ketua cheerleaders di sekolah. 

Matahari begitu terik pagi ini, ketika aku dan teman-temanku melakukan pemanasan, disalah satu sudut sekolah, ada seorang pria sedang memerhatikanku dengan fokus. "Fan liat deh cowok itu, dia ngeliatin kamu terus". Dia Adam, teman sekelasku. Tubuhnya jangkung, berkacamata namun tidak terlalu populer di sekolah. "Mungkin dia ngeliatin yang lain, kan bukan cuma kita berdua yang lagi di lapangan" jawabku. "Iya kali ya" sambung Salsa, teman sebangku ku sejak kelas 1 SMA. Hari berganti siang, aku mengalungkan handuk dileherku, dengan rambut yang terikat aku masuk ke dalam kelas sambil membereskan barang-barang dan segera pulang. 

"Kamu mau pulang bareng gak? Kebetulan kan rumah kita searah." suara itu terdengar dari belakangku. "Eh iya dam, ngga apa apa kok aku bisa pulang sendirian" ternyata lagi-lagi itu Adam. Sudah seminggu belakang ini dia selalu menawarkanku untuk pulang bersama namun ajakan itu selalu aku tolak dengan halus. "Fan, sekali ini aja, kamu mau ya? kita langsung pulang kok, okey?". "Yaudah kalau gitu" jawabku. Kali ini mungkin aku harus berusaha untuk membuka diri pada pria lagi. 

"Kamu masih kepikiran Moses ya?" ucap Adam membuka percakapan. "Enggak, aku udah move on kok, kamu gimana sama pacar kamu? tanyaku balik. "Aku gak punya pacar Fan" Adam tertawa kecil. Setengah jam kami habiskan membicarakan banyak hal. "Kita sekelas tapi kenapa kayanya aku baru kenal kamu sekarang ya" ungkapku seraya menatapnya. Ia hanya tersenyum kecil. Memerhatikannya sedekat ini, kelihatannya ia seorang pria yang humble dan menarik. "Didepan belok kanan" ucapku. Aku tiba dirumah dan beristirahat sejenak. 

Sudah dua yang lalu semenjak Adam mengantarku pulang dan hari ini dia menawarkanku untuk makan siang bersama. Setelah pulang dengannya saat itu aku dan Adam memang sering terlihat bersama. Kami semakin dekat, ia memiliki senyuman yang begitu hangat."Kamu mau makan siang sama Adam? kayanya dia suka deh sama kamu Fan." ucap Salsa dengan raut mukanya yang dibuat seakan serius, aku dan Salsa sering sekali bercanda, tak jarang masalah besar pun kami hadapi dengan santai dan menganggapnya sebagai hal yang sepele. "Ya gak mungkinlah, dia cuma seorang Adam loh sal, aku dan dia tidak mungkin memiliki perasaan yang lebih, kami juga baru dekat". jawabku sambil tertawa. Salsa melemparkan muka cemberutnya padaku. Setelah putus dengan Moses aku memang tidak pernah berkomunikasi dengan pria apalagi makan siang bersama. 

"Aku memang suka sama kamu, Fan" ucap Adam dengan begitu tenang. Matanya berbinar. Aku hanya terdiam, mulutku tiba-tiba terasa kaku. "Aku denger pas kamu tadi lagi ngomong sama Salsa didepan pintu kelas, ya, aku memang suka sama kamu". Adam kembali mengulang kata-kata itu. "Tapi kan kita..", "Udah lama kok, kamu ingat gak malam kita ngobrol saat acara kelas?" potong Adam. "Aku ingat, tapi kita banyak bahas hal yang gak penting". jawabku padanya dengan terbata-bata tak percaya. Namun sejak dua bulan kedekatanku dengannya, aku merasa nyaman. Ia mampu membuatku melupakan banyak hal yang menyakitkan. Siang tadi Adam mengungkapkan perasaannya padaku dan aku tidak memberi jawaban.

"Demi apapun, aku gak mau sama dia, Sal". Kalau bukan karna aku coba membuka hatiku setelah sekian lama membiarkan nama Moses tetap melekat diotakku, aku tidak akan pernah tahu bagaimana rasanya dicintai lagi. Adam orang yang mau berjuang mati-matian demiku. Dan aku, orang keras kepala yang sama sekali tidak menghargai usahanya.

 "Malam itu dia kerumahku, sikapnya tampak seperti orang gila. Dia berkata apalagi hal yang harus dia korbankan untukmu supaya kamu tahu kalau dia serius". ucap Aldy, teman dekatnya Adam. Malam itu tiba, aku dan teman-teman sekelas menghabiskan akhir pekan di puncak. Adam ikut hadir. "Yaudah, coba aja dulu." Ucapku ketika Adam mengatakan perasaannya untuk kesekian kalinya padaku. Bulan-bulan yang sangat sulit, empat bulan menjalin hubungan dengan Adam aku bahkan tidak memiliki perasaan yang cukup kuat padanya. Aku kembali mengakhiri hubunganku, kali ini dengan Adam. 
Namun hari-hari setelah berpisah dengannya, aku merasa ada bagian yang hilang. Aku tersadar bahwa hal yang paling menyedihkan adalah saling mencintai. Ketika kamu ditakdirkan mengetahui segala hal tentang mereka; Rahasia, ketakutan, yang disuka maupun tidak, hal yang tidak penting kamu ketahui menjadi penting bagimu. Itu semua. Sampai akhirnya waktu memutuskan kalian berdua untuk kembali menjadi orang asing. Seperti kamu berjalan melewatinya tanpa berbicara apapun. Seakan kamu tidak kenal dan tidak tahu apa-apa tentang dia; ketika kamu sebenarnya tahu segala hal itu.  Aku membutuhkan Adam.

Januari, 2o16.

Aku dan Adam kembali bersama. Kami kembali bersama. Aku tidak tahu hal apa yang ku pikirkan sampai-sampai aku merasa kesepian setiap kali hari berganti petang. Aku harus menunggu pagi lagi untuk dapat melihatnya tersenyum karnaku. Bahagia rasanya, sudah lama tidak merasa seperti ini. Kehilangan Adam adalah hal yang sulit. Aku tidak ingin melewatkan seharipun tanpa Adam. 

-And there will be someone that comes along one day and offers you an entire galaxy when you only expected a single planet. 


Komentar

Postingan Populer