“Kak, ntar
kita foto bareng ya” gitu katanya beberapa hari sebelum hari maulid diadakan
disekolah. Ya, gue sih aman-aman aja. Entah kenapa, dia khawatir imam cemburu.
-Pagi Senin-
Dengan baju gamis
warna hijau panjang nutup sampe bawah kaki, gue siap cantik-cantik berangkat ke
sekolahan *uhuk. Sesampainya disekolah, gue jalan menuju jalan kematian. Dimana
kita bisa mati gaya karna jalan disitu. Tepat ditengah lapangan sekolah. Karena
jalan ini jalan satu-satunya pintas menuju kelas, gue siap-siapin diri. Berhenti gue disatu titik dimana pas tengah
lapangan. Gue malah di suit-suitkan. Aaaah kacau! Awas aja kalo gue sampe tau
siapa orangnya.
Dikelas udah ada pira seorang –anggota Fi.e- “huuh aman-aman” sahut gue dalam hati. Udara
hari ini segar dengan cuaca yang cerah. Pasti maulid hari ini sukses. “renjeee,
akhirnya. Aku sendiri tau dari tadi” dengan logatnya yang sedikit lebay gimana
gitu. Okesip, dia kegirangan. “sendiri aja?” tanya gue. “iya, udah semangka
yang aku bawa berat-berat pula lagi”. Kebetulan pira disuruh bawa buah-buahan
sama wali kelas. Huahahahahah~
“tadi kan pas didepan aku lagi
bawa-bawa semangka seberat ini, ada yang bilang : hey pembantu !- spontan ya
aku langsung liat kebelakang. Ceritanya aku merasa ni” lanjutnya. “memang dipanggil
untukmu?sama siapa?” tanya gue lagi. “bukan, untuk temennya dia.aku gak tau
siapa.” “Hm bagusdeh” akhir gue. Pira, dia kelihatan cantik hari ini dengan
gamis merahnya. Gak terlalu panjang, juga gak gantung. Ya bolelah boleh
*terpaksa ngetik*
Kemudian yang sampai pun bertambah.
Persiapan acara dimulai. Ketua osis kali ini bener-bener perfect. Dia mau turun
tangan. Gak salah dipilih. Pembagian kartu panitia pun telah terjadi. Acara
dimulai~
Gue muter sana sini sama anggota
yang lainnya buat nyari focus yang bagus buat nempel dimading –bagian
dokumentasi dan publikasi- Secapek-capeknya hari ini memang gak terbayarkan.
Manani yang mau foto bareng? Dia jaga hati imam. Sh*t! sampe segitunya baaaang
-_- kapan lagi coba mau foto bareng.
Dengan imam yang entah kemana. Gue capek. Lanjutnya gue masuk ke kelas buat
sarapan. Kawan-kawan gue yang lain ditambah Fi.e rupanya udah tepar duluan
disurga kami *kelas*. Gue juga ikutan sebentar. Gak lama gue keluar lagi dan
duduk disamping adik kelas gue –temennya- “kak, dia katanya mau jadi adiknya
kakak. Terus pas dia cerita dia bilang gini samaku: aku pingin jadi adiknya kak
Rnj- aku jawab sama dia: iya aku juga- maksudku aku juga pingin jadi adiknya
kak raisa. Eh gak sempat aku lanjut omonganku dia malah merepet. Hadeeeeh”
ceritanya singkat. Gue tertawa kecil.
Lelah gue sedikit berkurang.
Tiba diujung acara, tepatnya acara hiburan. Yang menghibur kali ini grup
nasyid yang gue lupa apa namanya. Pas abang-abang ini tampil yakan. Ada yang
ganteng bangeeeeeeettt paling ujung. Haaah gue melayang. Tinggi, putih, manis,
ganteng, perfect. Yeah, gue semangat buat bangun potret lagi *ahaa
Kakak kelas gue pada foto bareng sama dia. Memuakkan! Waktu
pulang pun tiba~ *cepat banget ya
“Karoekan yuk” sahut ira. “boleh” mau gue. Let’s party Fi.e !
yihaaaaa *beer* sepanjang perjalanan
lagu, kami karokean sampe puas. Pulangnya, gue langsung ambil jadwal liburan ke
tempat kakak gue.
-Dalam perjalanan-
Gue memutuskan untuk ngga istirhat dulu. Gue
lebih milih untuk bman, smsan, twitteran, dan sejenisnya.
Peserta:
----------
Rnj,
Ilham Luthfiasyah
Ilham : Kak~
Rnj : Uan~
Ilham : Kakak suka sama adek kan?
Jujur
Rnj : Kasitaunggayaaa~
Ilham : Cepeeeeet
Rnj : Abaikan.gatau
Ilham : Yaudadeh
Rnj :Ahaha okeoke :p Padahal suka
sama kakak kan? Hayoooo :p
Ilham : Ya
Rnj :Ha?
Ilham : Ya
Rnj :Iya?
Ilham : Ya
Gue nganga. Ya,
nganga sebesar lubang mulut gajah yang nganga juga *eh. Jantung gue berdegup kencang dan gue gak bisa ngontrol
emosi. Wah ini musibah-_- dia udah anggap gue kaya kakaknya sendiri. Iba sih,
kakaknya udah meninggal beberapa tahun silam. Kebetulan nih ya, mirip gue. Gue ngefly
gimana gitu. Kenapa? Tau kalian? Dia ganteeeeeeeeng *wish imam gak baca yang
ini*
Dia selalu aja ingat sama kakaknya. Dia rindu sama
kakaknya itu. Hm, kasian. Bener loh kasian. Coba bayangin. Dia layaknya ketemu
sama kakaknya yang udah gak ada. Apa gak kaget yakan dia. Masa kakaknya hidup
lagi?
Gue belum balas smsnya . Tiba-tiba masuk satu pesan “kakak
lagi senyum sendiri kan?cieeee” bedebah!! anak ini tau apa yang gue rasain
*rawrr. “haha gak ah enggak :p” bohong gue. Selanjutnya dia jatuh ke titik gak
biasa.
Ilham: sakit
kepala kak
Rnj : kenapa?
Ilham : tanya aja sama iffat
Akhirnya gue tanyai ni ke temennya dia kenapa. Iffat ceritai
panjang lebar. Intinya, semalam dia ngeliat kakaknya. “indigo” terngiung
dikepalaku. Tepat sasaran, benar. Ini horror. Gue cemas, kenapa harus dia? Kasian
dia. Gue setres, gue depresi mikirnya. Gue ngetweet apa yang lagi gue rasain. Terus,
dia bilang ke gue “jangan takut”. Kata-kata itu bisa buat gue lebih tenang. Gue
punya jagoan disini. Dia anak pemberani.
Ilham: adek gak bisa tidur semalam. Adek takut~
Rnj : kalo lagi ngeliat, pikirin
kakak aja. Kak rnj itu cantiiiiiik bangeeeet ;;)
Ilham : kakak aneh. Tapi adek suka. Karna
kalo adek lagi gini semuanya cuma bilang sabar, lupain aja. Nah kalo kakak? Bilang
‘ingat kakak aja, kakak cantik. Pasti gak takut”
Rnj : *hening*
Malamnya,
Iffat kemudian sms gue.
“susah punya kawan indigo :s”. Lalu gue balas “yang
penting ganteng”. “kakak ada smsan sama dia?” tanya iffat. “ada” balas gue. “dia
lagi nunggu kawannya itu” balas iffat lagi. “ingatin sama dia, lupain aja” “suruh
sama yang dekat sama dialah” ujar iffat lagi. “siapa yang paling dekat sama
dia?” tanya gue. “kakak” balasnya. Mampus daaaah! Panjang ini urusannya._.
“kata dia kak sosoknya itu rambut panjang, pake jubah,
mukanya hancur” lanjut iffat. Hwaaaaaa gue teriak dikamar. Ngerapat ke kakak
gue. Horror sumpah. Gue coba tenangin diri. Gue ceritain semua ke ojan yang
belakangan ini jadi teman curhat gue. Dan ternyata? Ojan lebih takut dari gue. Cupu
halah -_-
Gue berharap
gue bisa tidur nyenyak. Sukses, gue bangun dengan nyaman. Lalu dia ngesms gue lagi :
Ilham : rindu sama adek ya?
Rnj : Y
Ilham : yayaya
Rnj : rindu sama kakak ya?
Ilham : Y
-___________________________________________________________-
Rnj : cieeeeee
Ilham : ciee
Rnj : cie adek cie
Ilham : suka-suka adeklah
Rnj : yaya. Suka-suka adek kapan mau
marah sama kakak, kapan mau minta maaf sama kakak, kapan mau musuhin kakak,
kapan mau ejek kakak. Yaya, suka-suka adek. –mantap gue, ceritanya ngambek
hahahahah
Ilham : kakak ngomong nya kok kaya
gitu ?
Rnj : gak ngomong kok, ngetik.
Ilham : kok kaya gitu ?
Rnj : gapapapun.
Mampus kayanya mau ada hawa panas
nih. Gue kan cuma bercanda. Aaaa salah taktik ini. Cukup sial. Sejauh ini semua sms yang masuk dari imam gue
abaikan. Gue gak peduli. Gue badmood sama semuanya. Gain, again, again.
Dan sekarang malah jadi 7 cowok. Gue
udah punya pacar. Kenapa banyak banget yang ngedeketin gue? Nah pas gue jomblo
boro-boro deh. Karatan! Njir, gue buat teh dan rasanya asin banget. Era globalisasi
ini (?)
Kembali ke topic pembicaraan. Intinya
gue jenuh. Bisa diambil kesimpulan :
Ada kalanya kita harus selalu bersabar. Menghilangkan
berbagai macam perasaan kecewa, rapuh, marah, sekalipun bosan. Setia, sesuatu
yang seringkali menjadi ancaman untuk dipertahankan. Kala gundah menyapa, angin
kembali mengguncangkan kita untuk menutup mulut rapat-rapat tentang apa yang
kita rasakan. Namun, tak selamanya daya hati dapat menampung banyaknya pendaman
rasa. Yang kita butuhkan adalah jujur pada rangsangan. Peka terhadap apa yang
kita rasakan, menghapus rasa biasa, menghilangkan semua gundah hati yang kita
anggap hanya bersifat sementara.
Uncare. Salah satu cara terampuhku untuk menutupi
sekaligus menghilangkan berbagai rasa itu. Kadang kita juga berpikir kita udah
terlalu baik buat mereka. Tapi kenapa mereka masih saja menyalahkan kita dalam
keadaan begini? Jawaban tepatnya adalah “mereka belum peka J”
Dan mengapa disaat mereka belum mempelajari perasaan itu
mereka harus mempelajari perasaan orang lain? Mengapa yang dipentingkan orang
lain? Apa mereka tidak tau rasanya? Daun ketiga kembali gugur, seiring dengan
perlahan rapuhnya hati karena muatan rasa yang penuh pendaman.
Untuk kesekian kalinya aku lebih memilih untuk diam. Aku
memilih untuk mengabaikan. Mungkin cara itu bisa sedikit memulihkan
kekecewaanku.
Aku telah belajar melepaskan dari kehilangan, aku telah
belajar setia dari pengkhianatan, aku telah belajar sembuh dari sakit, dan aku
telah belajar tersenyum dari sedih. Apa itu kurang cukup membuat mereka
mengerti? Skenario sandiwara seperti apa lagi yang mereka butuhkan? Aku tau apa
kelemahanku, aku tidak suka jujur pada perasaanku. Aku lebih suka memendamnya.
Kita tidak penah tahu kapan orang baik mengkhianati kita.
Kita tidak pernah tahu kapan musuh menjadi sahabat. Kita juga tidak pernah tahu
kapan yang indah selalu berakhir menyedihkan, begitu juga sebaliknya.
Setiap
perasaanku hanya dapat aku curahkan melalu ketikan-ketikan jemariku ini. Atau
aku lebih memilih Tuhan yang mendengarkan semua masalahku.
Cinta, sekecil apapun keindahan itu juga dapat membuat
kecewa. hal yang tidak diinginkan justru yang akan terjadi. Mau itu kali
pertama atau terakhir. Namun, cinta juga selalu datang ketika lagi tidak
diharapkan. Dia menghampiri dengan secangkir teh manis. Dan ketika ia merasa
sudah bosan, ia meninggalkannya dengan secangkir kopi tanpa gula. Selalu manis
diawal. Kebanyakan.
Pilihan hanya ingin merasakan lalu terluka dan tidak
pernah merasakan dan tidak pernah terluka. Sulit memang. Apa boleh buat? Hidup
ini bukan sebuah panggung sandiwara yang diatur sesuka hati dengan ending yang
gantung. Jika digabungkan, ia bisa dijadikan sebuah lakon cerita indah dengan
kata-kata yang membuat hati pulih dari segala kesakitan.
Maka, daun keempat
pun mulai tubuh untuk menutupi gugurnya daun sebelum ia. Yang ia inginkan hanya
bagaimana orang merasa senang tiap melihatnya. Seperti halnya air mata yang
dapat membuat dua anak sungai yang mengalir dengan deras. Tidak hanya karna
bersedih hati, ia juga dapat turun tanpa sengaja saat bahagia.
Begitu juga dengan mereka.
Mereka datang apabila membutuhkan, mereka pergi jika telah merasa apa yang
dibutuhkannya telah terpenuhi. Yang mereka cari sekarang seperti barang yang
tak layak pakai. Datang dan campakkan. Dan ada saatnya dimana mereka yang dibutuhkan lelah. Seperti halnya lelah
dengan apa yang diperjuangkan. Mereka yang dibutuhkan hanya mendapat pengabaian
sebagai balasan.
Hari demi hari berganti dengan
cepat. Masih saja luka hatinya belum mengering. Harus sampai kapan?jerit
batinnya. Tidak tega rasanya mereka ikut merasakan apa yang kita rasakan. Walau
sesekali mereka harus merasakannya.
Hanya beberapa persen dari mereka yang dapat memahami. Dibalik itu,
banyak yang kita dapati pengkhianatan. Bermuka dua istilahnya.
Siap
tersakiti jika ingin menyakiti- tidak ada
sesuatu yang lebih indah dari
pengorbanan yang bukan hanya sekedar. Surprises kecil juga mungkin dapat
mengobati lukanya perlahan. Ya, itu sudah mudah terpikir bagi yang benar
memahami.
Akhirnya, aku mendapati akhir
yang gantung sejauh ini. Antara mempertahankan apa yang telah aku perjuangkan dan antara melepaskan sesuatu yang tidak pantas untuk dipertahankan.
Komentar
Posting Komentar