5 months

                                                                                                      Sudirman Field,

Pagi cerah tadi dibalut dengan hujan yang mengguyur rerumputan hijau didepanku. Suasana yang sendu, tenang, damai. Kapan lagi bisa rasakan yang seperti ini? Rintik hujan kali ini memang sedikit lebih menusuk, terlalu deras namun tetap saja..tidak masalah.

"Memang hujan membasahi lukaku, tapi aku merasa kering. Udara juga terasa segar, lapangan seketika sepi. Ini baru hidup". Hampir sepekan berlalu, aku merasa parah. Apa salahnya membiarkan hal-hal kecil itu tinggal untuk beberapa bulan terakhir? Ya, beberapa bulan terakhir.

Well, mungkin mereka udah muak sama tingkahku tiga tahun ini. Beda sama yang dulu-dulu, enam tahun tapi juga masih terasa singkat. Bahkan sekarang? TIGA TAHUN UDAH BIKIN SAKIT. Haha lucu memang jadi orang munafik. Tapi aku ingin membiarkan lukaku begitu saja sampai ia lelah. Tidak ada salahnya juga ngehibur diri sendiri dengan pandangi mereka-mereka yang gak bakalan bisa kulihat lagi setelah lima bulan mendatang. Ya aku juga tahu, mereka gak perlu tahu kabarku. Tapi ini sulit.

"Maybe we'll find something better, it's not too late"
Masih ada sedikit waktu untuk melakukan perubahan. Walau rasa jenuh itu pasti ada. Setiap menjelang pagi berat rasanya bangun dari tidur dan harus menginjakkan kaki ditempat itu lagi. Berbeda dengan setahun yang lalu. Semua berbeda.

"Rasanya pengen nangis" dua hari belakangan ini, aku mengucapkan hal yang sama berulang kali;sampai sore tadi. Setelah semuanya berakhir dan kita memang tidak dapat melihat sejauh mata memandang, mungkin ada benarnya belajar merelakan dari sekarang. Bukan satu dua orang, bisa tujuh bahkan dua puluh sembilan. Karna memang gak mudah, kita gak tahu apa yang bakalan terjadi. Penyesalan gak pernah hadir lebih awal. Sehabisnya aku bangun dari tangis setengah jam barusan, kepalaku terasa berat. Bukan ini hal pentingnya, melainkan is there anyone who will care and hold my hand then wake me up?

Mulutnya beku cuma untuk sebut namaku, bahkan walau sekali. Orang jahat memang ada dimana-mana. Dan orang yang benar-benar baik bukan mudah dipertahankan. Hampir sepekan juga sudah kulewati dan tidak duduk dibangku kelas, mungkin itu membuat dia dan mereka nyaman. Orang munafik gak kelihatan batang hidungnya. 

Pikiranku buyar entah kemana. Fokusku buram dan aku susah mengingat kenapa aku membiarkan orang tahu kalau aku...menangis? Mungkin aku merasa terlalu tertekan dengan bulan-bulan terakhir ini. Bahkan dari pertama duduk dibangku kelas 9, semuanya terasa hambar.

Yang selama ini coba peduli dan coba baik tetap aja disalahkan. Sekali benci ya bilang benci. Capek. Gimana harus diekspresikan kalau dengan kata aja susah dirangkai? Semua ini terlalu rumit untuk dijelaskan. Aku kembali diam dan bisu. "Kapan lagi bisa gini ki? Main hujan sana" ucap salah seorang guru yang sedari tadi berdiri disebelahku. Aku hanya tersenyum. Mungkin benar gak ada salahnya bersenang-senang. Namun?paling sulit menyatukan hati dan pikiran. 

Aku ragu tetapi tetap teguh pada harapanku untuk mengasingkan diri. Jalan baiknya mungkin memang itu. But when the times has gone, it will never back and still same.

Komentar

Postingan Populer